Assalamu'alaikum wr wb
Selamat datang di blog saya.
langsung saja, kali ini saya ingin berbagi ilmu mengenai sejarah kebudayaan islam. pada pembahasan kali ini adalah tentang sejarah peradaban kerajaan turki utsmani. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
MAKALAH
PERADABAN KERAJAAN TURKI UTSMANI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Guru Pengampu : Ibu Nur Farida, S. Pd. I
Oleh :
Alfa Limatu Szanaya
Indha Fathiyyatus Sakinah
Niftakhul Khasanah
Shikha Nur Wahidatul Ula
KELAS XI AGAMA 2
MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 SEMARANG
2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
Alhamdulillah, kami
bersyukur kepada Allah swt atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah mengenai Peradaban Kerajaan Turki Utsmani melalui
beberapa tahapan proses meski belum sempurna.
Makalah ini
kami susun secara ringkas mengenai sejarah peradaban Turki Utsmani. Mulai dari
latar belakang, sistem pemerintahan, kemajuan, kemunduran, dan tokoh-tokoh
penting dalam Dinasti Turki Utsmani, sesuai dengan materi yang diajarkan pada
kelas XI jurusan Agama pada tingkat Madrasah Aliyah.
Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat melengkapi nilai tugas mata pelajaran
sejarah kebudayaan islam, dan memberikan kemudahan dan manfaat bagi para
pembaca yang ingin mendalami sejarah kebudayaan islam terutama pada bab
peradaban Turki Utsmani. Kami meyadari bahwa makalah yang sederhana ini belum
memuat materi-materi secara rinci dan mendalam maka dari itu sangat diperlukan
saran dan kritik yang bersifat membangun bagi kami, untuk perbaikan makalah-makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat ridho dari Allah swt.
Amin
Semarang,
Agustus 2015
Penyusun
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani
Dinasti Turki Utsmani merupakan salah satu dari
sekian banyak kerajaan Islam yang pernah berjaya di muka bumi. Pusat
pemerintahan dinasti Turki Utsmani berpusat di Istanbul, Turki. Kerajaan ini
berdiri setelah runtuhnya Daulah Bani Abbasiyah. Dan bahkan Turki Utsmani
merupakan kerajaan yang paling adidaya setelah penaklukan Konstantinopel.
Pendiri
kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabilah
Oghuz (Ughuj) yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Negeri Cina.
Pada abad ke-13 M, Jengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan
sekitarnya. Kemudian, mereka bermukim di Asia kecil. Di sana mereka mengabdi di
bawah pimpinan Sultan Alauddin Kaikobad, yang berperang melawan Bizantium
(Romawi Timur). Saat Mongol menyerang Sultan Alauddin di Angkara, Ertogrul (Al-Thugril) membantu mengusir Mongol.
Atas bantuannya juga, Alaudin Kaikobad menang melawan Bizantium. Sehingga
berkat jasanya itu, Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya kepada
Ertogrul. Pasukan Ertogrul oleh Alaudin I diberi gelar “muqaddamah sultan” (tentara pelopor sultan) dan Ertogrul sendiri
mendapat gelar Sultan Oki” (kening
sultan).
Ertogrul,
mendirikan ibukota bernama Sungut, di sana lahir anak pertama bernama Usman
pada 1258 M. Kemudian Ertogrul meninggal pada 1288 M. Kepemimpinannya dilanjutkan
oleh putranya, Usman. Pada tahun 1300 M, Sultan Alauiddin Kaikobad terbunuh
saat melawan bangsa Mongol. Kerajaan terpecah-belah, akhirnya Usman
mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan, maka sejak itulah berdiri Dinasti Turki
Usman.
A.
1. Berdirinya
Kerajaan Turki Utsmani
Nama
kerajaan Utsmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka
yang pertama, Sultan Utsmani Ibnu Sauji
Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp, kepala Kabilah Kab di Asia
Tengah . Awal mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan
sejarah sebelum tahun 1300. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri
Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia dan
Iraq. Mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah.
Pada abad
ke-13 M, saat Jhengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan
sekitarnya. Kakeknya Utsman, yang bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim
di Asia kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap mereka, Sulaeman
menyebrangi Sungai Efrat (dekat Aleppo ). Namun, saat di tengah pelayarannya
kapal Sulaeman tenggelam, empat putra Sulaeman yang bernama Shunkur, Gundoghur,
al Tughril, dan Dundar selamat. Al Tughril dan Dundar bermukim di Asia Kecil.
Keduanya akhirnya berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin
di Anggara (kini Angara) yang sedang berperang melawan Bizantium. Karena
bantuan mereka inilah, Bizantium dapat dikalahkan. Ali dalam Karim, menjelaskan
bahwa “sebagai balas jasa, Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya
kepada al Thugril”.
Al Tughril meninggal Dunia tahun 1289. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya,
Utsman. Putera Al Tughril inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan
Utsmani.
Utsman
memerintah antara tahun 1290-1326 M. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol kembali
menyerang Kerajaan Seljuk, dan dalam pertempuran tersebut Sultan Alauddin
terbunuh. Setelah wafatnya Sultan Alauddin tersebut, Utsman memproklamasikan
kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Penguasa
pertamanya adalah Utsman yang sering disebut Utsman I. Setelah Utsman I
mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Utsman (raja besar keluarga Utsman)
tahun 1300 M setapak demi setapak wilayah kerajaan diperluas.
Dipilihnya
negeri Iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Utsman mengirim surat kepada
raja-raja kecil guna memberitahukan bahwa sekarang dia raja yang besar dan dia
menawar agar raja-raja kecil itu memilih salah satu di antara tiga perkara,
yakni ; Islam, membayar Jaziah dan perang. Setelah menerima surat itu, separuh
ada yang masuk Islam ada juga yang mau membayar Jizyah. Mereka yang tidak mau
menerima tawaran Utsman merasa terganggu sehingga mereka meminta bantuan kepada
bangsa Tartar, akan tetapi Utsman tidak merasa takut menghadapinya. Utsman
menyiapkan tentaranya dalam mengahdapi bangsa Tartar, sehingga mereka dapat
ditaklukkan.
Utsman
mempertahankan kekuasaan nenek moyang dengan setia dan gagah perkasa sehingga
kekuasaan tetap tegak dan kokoh sehingga kemudian dilanjutkan dengan putera dan
saudara-saudaranya yang gagah berani meneruskan perjuangan sang ayah dan demi
kokohnya kekuasaan nenek moyangnya.
B.
Strategi dan
Kebijakan Pemerintah Dinasti Turki Utsmani
Para Sultan dan Khalifah Pemerintahan Utsmaniyah
( 699 – 1342 H / 1299 -1923 M )
No
|
Nama Penguasa
|
Awal Masa
Kekuasaan
|
Ciri fase ini
|
|
Masa Kesultanan:
|
|
|
1
|
Utsman bin Urthogal
|
699 H/ 1299 M
|
Para Sultan
yang kuat
|
2
|
Urkhan bin Utsman
|
726 H/ 1325 M
|
3
|
Murad bin Urkhan
|
761 H / 1359
M
|
4
|
Beyzid I bin Murad
|
791-805 H /
1389-1402 M
|
|
Masa pertikaian diantara anak-anak Beyzid
|
|
|
5
|
Muhammad I bin Beyzid
|
816 H / 1413
M
|
|
6
|
Murad II bin Muhammad
|
824 H / 1421
M
|
|
7
|
Muhammad II (al-Fatih)
|
855 H / 1451
M
|
|
8
|
Beyzid II bin Muhammad
|
886 H / 1481
M
|
|
|
Masa Khilafah:
|
|
|
9
|
Salim I bin Beyzid
|
918 H / 1512
M
|
Masa kekuatan
dan khilafah masa kelemahan
|
10
|
Sulaiman (al-Qonuni) bin Salim
|
926 H / 1519
M
|
11
|
Salim II bin Sulaiman
|
974 H / 1566
M
|
12
|
Murad II bin Salim
|
982 H / 1574
M
|
13
|
Muhammad III bin Murad
|
1003 H / 1594
M
|
|
14
|
Ahmad I bin Muhammad
|
1012 H / 1603
M
|
Masa
kelemahan
|
15
|
Musthafa bin Muhammad
|
1026 H / 1617
M
|
16
|
Utsman II bin Ahmad
|
1027 H / 1617
M
|
|
17
|
Musthafa I (kali kedua)
|
1031 H / 1621
M
|
|
18
|
Murad IV bin Ahmad
|
1032 H / 1622
M
|
|
19
|
Ibrahim I bin Ahmad
|
1049 H / 1639
M
|
Masa
kemerosotan dan kemunduran
|
20
|
Muhammad IV bin Ibrahim
|
1058 H / 1648
M
|
21
|
Sulaiman II bin Ibrahim
|
1099 H / 1687
M
|
22
|
Ahmad II bin Ibrahim
|
1102 H / 1690
M
|
23
|
Musthafa II bin Muhammad
|
1106 H / 1694
M
|
24
|
Ahmad III bin Muhammad
|
1115 H / 1703
M
|
|
25
|
Mahmud I bin Musthafa
|
1143 H
/ 1730 M
|
|
26
|
Utsman III bin Musthafa
|
1168 H / 1754
M
|
|
27
|
Musthafa III bin Ahmad
|
1171 H / 1757
M
|
|
28
|
Hamid I bin Ahmad
|
1187 H / 1173
M
|
|
29
|
Salim III bin Musthafa
|
1203 H / 1788
M
|
|
30
|
Musthafa IV bin Abdul Hamid
|
1222 H / 1807
M
|
|
31
|
Mahmud II bin Abdul Hamid
|
1223 H / 1808
M
|
|
32
|
Abdul Majid I bin Mahmud
|
1255 H / 1839
M
|
|
33
|
Abdul Aziz bin Mahmud
|
1277 H / 1860
M
|
|
34
|
Murad V bin Abdul Majid
|
1293 H / 1876
M
|
|
35
|
Abdul Hamid II bin Abdul Majid
|
1294 H / 1877
M
|
|
36
|
Muhammad Rasyad bin Abdul Majid
|
1328 H / 1910
M
|
Masa
penguasaan kesatuan dan peningkatan
|
37
|
Muhammad Wahiduddin bin Abdul Majid
|
1336 H / 1918
M
|
38
|
Abdul Majid bin Abdul Aziz
|
1340-1342 H/
1921-1923 M
|
v Masa Kesultanan 699-923 H / 1299-1517 M)
C.
Kemajuan
Peradaban Islam Masa Dinasti Turki Utsmani
A.
Bidang
Pemerintahan dan militer.
Para
pemimpin kerajaan Utsmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat,
sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun
demikian, kemajuan kerajaan Utsmani sehingga mencapai masa keemasannya bukan
hanya karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang
mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya adalah
keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup
bertempur kapan dan dimana saja.
Untuk
pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan
teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur
yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi
tempur militer Utsmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun tak lama
setelah kemenangan tercapai, kekuatan militer yang ini dilanda kekisruhan.
Kesadaran prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin
yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi
oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam kemiliteran.
Pembaharuan
dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi
personil-personil pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan.
Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen
yang maasih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan
prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer
baru yang disebut pasukan Jenissery atau Inkisariyah. Pasukan
inilah yang dapat mengubah Dinasti Utsmani menjadi mesin perang yang
paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan
negeri-negeri non-muslim.
Disamping
Jenissery, ada lagi prajurit dari tentara feodal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.
Angkatan laut pun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam
perjalanan ekspansi Turki Utsmani. Pada abad ke-16, angkatan laut Turki Utsmani
yang tangguh mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Utmani yang tangguh
itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia,
Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan dilapangan militer
ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, disiplin dan
patuh pada peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari
nenek moyang merka di Asia Tengah.
Keberhasilan
ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang
teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani
senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai
penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr al-A‘zham (perdana menteri) yang
membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I.
Dibawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau al-Alawiyah (bupati).
Untuk
mengatur urusan pemerintahan negara, di masa sultan Sulaiman I disusun sebuah
kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa
al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Utsmani sampai
datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa sultan Sulaiman I yang amat
berharga ini, di ujung namanya ditambah dengan gelar sultan Sulaiman
al-Qanuniy.
B. Bidang Intelektual
atau Ilmu Pengetahuan
Kemajuan
bidang intelektual diabad ke-19 pada masa pemerintahan Turki Utsmani tampaknya
tidak lebih menonjol dibandingakan bidang politik dan kemiliteran. Dari
aspek-aspek intelektual yang dicapai pada periode ini adalah sebagai berikut :
a) Terdapat
tiga buah surat kabar yang muncul pada masa ini, yaitu:
1)
Berita harian Takvini
Veka (1831),
2)
Jurnal Tasviri
Efkyar (1862),
3)
Jurnal Terjumani
Ahval (1860).
b) Terjadinya
tansformasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah
(1861) dan perguran tinggi (1869), dan juga mendirikan fakultas kedokteran dan
fakultas hukum. Disamping itu juga mengirimkan paa pelajar yang berprestasi ke
Prancis intuk melanjutkan studinya, diamana hal ini sebelumnya hal ini belum
pernah terjadi.
c) Selain
hal diatas, muncul juga satrawan-sastrawan dengan dengan hasil karya-karyanya
setelah menyelesaikan studi di luar negerti. Diantaranya adalah Ibrahim
Shinasi, pendiri surat kabat Tasviri Ekfyar. Diantara karya yang
dihasilkannya adalah The Poets Wedding (komedi). Salah seorang
pengikutnya adalah Namik Kemal dengan karyanya Fatherland atau Silistria.
Disamping itu, ada juga Ahmad Midhat dengan Entertaining Tales dan Mehmed
Taufiq dengan Year in Istambul.
C. Bidang Kebudayaan
Dinasti
Utsmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup
maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Utsmani banyak
muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17 dan 18. Antara
lain pada abad ke-17, muncul penyair yang terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M.).
Nafi’ juga bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra
Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan.
Diantara
penulis yang membawa pengaruh Persi ke dalam istana adalah Yusuf Nabi
(1642-1712 M.), dia muncul sebagai juru tulis bagi Mushahif Mustafa, salah
seorang menteri Persia dan ilmu agama. Yusuf Nabi menunjukkan pengetahuannya
yang luar biasa dalam puisinya. Menyentuh hampir semua persoalan (agama,
filsafat, roman, cinta, anggur dan mistisme), dia juga membahas biografi,
sejarah, bentuk prosa, geografi dan rekaman perjalanan.
Dalam
bidang sastra prosa kerajaan Utsmani melahirkan dua tokoh terkemuka, yaitu
Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar daari semua penulis adalah
Mustafa bin Abdullah yang dikenal dengan Katip Celebi atau Haji Halife (1609 –
1657 M.). dia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf az-Zunun
fi Asmai al-Kutub wa al-Funun, sebuah presentasi biografi penulis-penulis
penting di dunia Timur bersama daftar dan deskripsi lebih dari 1.500 buku yang
berbahasa Turki, Persia dan Arab, dia pun menulis buku-buku yang lain.
Selain
itu, dianasti Turki Utsmani juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni
arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid
Al-Muhammadi atau masjid Jami’ Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman
dan Masjid Abu Ayyub al-Anshariy. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan
kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan
kaligrafinya dalah masjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi tiu
dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada
masa Sulaiman al-Qanuniy, dikota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak
dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air,
villa dan permandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun
di bawah korditor Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
D. Bidang Keagamaan
Kehidupan
keagamaan merupakan bagian dari sistem sosial dan politik Turki Utsmani. Ulama
mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Mufti sebagai
pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan tidak
dapat berjalan. Pada masa ini, kehidupan tarekat berkembang pesat. Al-Bektasiy
dan Al-Maulawiy merupakan dua ajaran tarekat yang paling besar. Al-Bektasiy
merupakan tarekat yang sangat berpengaruh terhadap tentara Jenissari,
sedangakan Al-Maulawiy berpengauh besar dikalangan penguasa
sebagai imbangan dari kelompok Jenissariy Bekktasiy.
Sementara itu, ilmu pengetahuan
seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan.
Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik
terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.
Terdapat beberapa faktor yang
mendorong kemajuan yang terjadi di masa dinasti Turki Utsmani, diantaranya
adalah:
a)
Adanya sistem
pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa.
b)
Tidak adanya
diskriminasi dari pihak penguasa
c)
Kepengurusan
organisasi yang cakap.
d)
Pihak Turki
memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada
mereka hak rakyat secara penuh.
e)
Turki Ustmani telah
menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil.
f)
Kedudukan sosial
orang-orang Turki telah menarik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk
memeluk agama Islam
g)
Rakyat memeluk agama
Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah
dibandingkan pada masa Bizantium.
h)
Semua penduduk
memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing.
i)
Karena Turki tidak
fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang
Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad ke-16.
D.
Kemunduran
Peradaban Islam Masa Dinasti Turki Utsmani
A. Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani pasca
pemerintahan Sultan Sulaiman Al-Qununi.
Kerajaan ini didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz
(ughu) yang mendiami daerah Mongol dan daerah Utara Cina, yang kemudian
panda ke Turki, Persia dan Irak. Mereka memeluk Islam kira-kira abad IX atau X,
yaitu ketika mereka menetap di Asia tengah. Hal ini karena mereka bertetangga
dengan dinasti Samani dan dinasti Ghaznawi, karena tekanan-tekanan bangsa
Mongol, mereka mencari perlindungan kepada saudara perempuannya, dinasti
Saljuq. Saljuq ketika itu dibawah kekuasaan Sultan Alauddin Kaikobad. Entogrol
yang merupakan pimpinan Turki Utsmani pada waktu itu berhasil membantu Sultan
Saljuq dalam menghadapi Bizantium. Atas jasa inilah ia mendapat penghargaan
dari Sultan, berupa sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan
Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memiliki
Syukud sebagai Ibiu kota.[1]
Kerajaan Turki Utsmani mulai memasuki masa kemunduran
pada abad ke-17 Masehi, yang ditandai dengan kekalahan militernya dalam
mengahadapi dunia Kristen Barat. Bahkan, gejala awal dari kemunduran itu mulai
tampak sejak akhir abad ke-16 M yang ditandai dengan kelemahan para sultan
dalam mengendalikan negara. Sepeninggal Sultan Sulaiman Al-Qanuni, Turki Utsmani
telah jatuh ketangan Sultan-sultan yang lemah. Sultan Salim II lyang merupakan
pengganti langsung dari sultan Sulaiman Al-Qanuni adalah figur yang lemah. Ia
adalah tipe sultan Kerajaan Turki Utsmani yang tidak disukai rakyatnya. Karena
pemabuk, ia menyerahkan semua urusan negara kepada Mentri Besar Sokoli.[2]
Pada tahun 1593 penduduk Transilvania dan Wallechia
memberontak. Dengan bantuan orang-orang Austria dan Hongaria, mereka berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Turki. Pemberontakan ini tidak dapat di
padamkan. Pasukan yang dikirim mengalami kekalahan. Ini adalah kekalahan
pertama sejak masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni.[3]
Pada masa kedudukan Menteri Besar dipegang menantu sultan Musthofa II
(1695-1687 M), tepatnya pada tahun 1696 tentara Turki Usamani dihancurkan oleh
tentara Austria pimpinan Pangeran Eugane of savoy. Setahun kemudian, pasukan
Kerajaan Turki Utsmani menyerang Hongaria, tetapi juga mengalami kekalahan
total. Oleh karena itu, Pada tahun 1702 diadakan perjanjian Carlowitz dan dalam
perjanjian itu, Turki Utsmani harus rela menyerahkan wilayah Hongaria,
Transilvania, Morea, Albania, Fedolia dan Azzof. Ini adalah kemenangan kedua
yang paling penting bagi dunia kristen atas Turki.[4]
Akibat
dari kekalahan yang sangat berat ini, Kerajaan Turki Utsmani tidak lagi
dipandang sebagi kekuatan yang ditakuti di Eropa. Bagi bangsa Eropa merupakan
titik balik perimbangan antara turki Utsmani dan Eropa Kristen. Demikian
pentingnya peristiwa itu, sehingga dianggap tanda permulaan runtuhnya Turki Utsmani.[5]
B. Penyebab
kemunduran kerajaan Turki Utsmani.
Dari gambaran tentang proses kemunduran Turki Utsmani
diatas, jelas bahwa sebab-sebab yang dominasi kemunduran kerajaan ini adalah
kekalahan bidang militer kerajaan Turki dari negara Barat. Penyebab
ketidakberdayaan Kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-18 M, lebih-lebih pada
abad ke-19 dan awal abad ke-20 M dapat ditelusuri pada kemajuan ilmu, teknologi
dan ekonomi barat pada satu sisi serat kebekuan ilmu teknologi, dan eknomi
serta kebekuan dunia Islam pada pihak lain. Hal ini dapat dipandang sebagi
sebab tidak langsung yang melatar belakangi memahami kemunduran Turki Utsmani.[6]
Adapun
sebab-sebab lain dalam kemunduran yang di alami oleh Turki Utsmani diantaranya
sebagai berikut:
Faktor
penyebab kemunduran Turki Utsmani ini ialah setelah wafatnya Sulaiman
al-Qonuni. Hal ini di sebabkan banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan
Sulaiman meninggaldiantaranya perebutan kekuasaan antara putra beliau, selain
itu juga melemahnya semangat perjuangan prajurit Utsmani yang mengakibatkan
kekalahan dalam menghadapi beberapa peperangan dan dalam sistem ekonomi mereka
semakin memburuk serta sistem pemerintahannya tidak berjalan dengan
semestinya. Faktor-faktor yang diatas menyebabkan kemunduran Turki Utsmani,
ada juga bebrapa faktor-faktor lain diantaranya: faktor internal dan factor
eksternal.[7]
1)
Faktor Internal
Faktor-faktor
penyebab yang terjadi di dalam ialah:
a) Luasnya
wilayah kekuasaan
Perluasan
wilayah yang begitu cepat yang terjadi di daerah Kerajaan Utsmani menyebabkan
pemerintah merasa kewalahan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama
pasca-pemerintahan Sultan Sulaiman. Pada pemerintahan ini seluruh administrasi
menjadi tidak teratur dan keperintahan baru ini lebih mengutamakan berekspansi
lagi di bandingkan menata sistem kepemerintahannya sehingga menyebabkan
wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah diserang dan direbut oleh musuh,
sehingga sebagian wilayah berusaha untuk melepaskan diri.
b) Ledakan
jumlah penduduk
Perubahan
mendasar yang terjadi pada Kerajaan Utsmani ini ialah membeludaknya jumlah
penduduk, jumlah penduduk di Kerajaan Turki Utsmani pada abad ke-16
bertambah 2 kali lipat dari sebelumnya. Masalah membeludaknya jumlah
penduduk di Kerajaan Utsmani ini disebabkan oleh tingkatnya jumlah penduduk
dengan sedemikian tinggi dan ditambah kurangya angka kematian akibat masa damai
dan aman yang diciptakannya kerajaan aerta menurunnya frekuensi penaklukan.
c) Heterogenitas
penduduk[8]
Dari
banyak dan ragamnya penduduk, administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai
dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi, Kerajaan Utsmani
pasca-Sulaiman tidak cakap dalam administrasi pemerintahan ditambah lagi dengan
pemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang buruk.
d) Kelemahan
para penguasa dan sistem demokrasi
Sepeninggalan
Sulaiman terjadi pergantian kepemimpinan, tetapi setelah ditinggalkan oleh
Sulaiman di kepemerintahan yang baru ini tidak pandai menata sistem
kepemerintahannya dan juga tidak paham dengan militer sehingga menyebabkan
kekacauan dan susah teratasi.
e) Budaya
pungli
Budaya
pungli telah merajalela sehingga mengakibatkan dekadensi moral, terutama
dikalangan para pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan.
f) Pemberontakan
Tentara Jenissari
Pemberontakan
Jenissari ini terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M,
1727 M, dan 1826 M. Pihak Jenissari ini tidak lagi menerapkan prinsip seleksi
dan prestasi. Keberadaanya didominasi oleh keturuna dan golongan tertentu yang
mengakibatkan ketidak setujuan dan pemberontakan.
Akibat
peperangan secara terus-menerus, biayapun yang semakin membengkak ditambah lagi
belanja negara yang sangat besar sehingga perekonomian kerjaan Turki pun
merosot.
h) Rendahnya
kualitas keislaman
Rendahnya
kualitas keislaman dikarenakan tidak adanya kesadaran Islam yang benar
pada mereka dan tidak adanya pemahaman bahwa Islam merupakan sistem hidup yang
sempurna dan mayoritas disana bahwa yang dia ketahui tentang Islam itu hanya
sebatas Ibadah.
i) Mengabaikan
Bahasa Arab
Diabaikannya
Bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Quran dan hadits yang mulia, sedangkan
merupakn sumber asasi bagi syariat Islam.
j) Gonta-ganti
pejabat
Pada
zaman setelah Sulaiman di kerajaan ini sering menggunta-ganti pemimpin
ditakutkan wilayah itu akan memerdekakan diri. Hali ini menyebabkan kurangnya
pemahaman pejabat baru terhada wilayah yang dipimpinnya.
2) Faktor
Eksternal
Faktor-faktor
penyebab yang terjadi dari luar ialah sebagai berikut[10]:
a) Timbulnya
gerakan nasionalisme
Bangsa-bangsa
yang tunduk terhadapa Kerajaan Utsmani selama bertahun-tahun selam ia berkuasa
tetapi negara-negara yang sudah terkuasai oleh Utsmani mulai menyadari
kelemahannya, sehingga mereka bangkit untuk melepaskan diri dari Kerajaan Turki
Utsmani walaupun kerajaan tersebut sudah bertahun-tahun berbuat baik kepada
mereka.
b) Terjadinya
kemajuan teknologi di Barat, khususnya dalam bidang persenjataan[11]
Pada
saat itu di Turki terjadi stagnasi ilmu pengetahuan sehingga ketika terjadi
kontak senjata antara kekuasaan Turki dengan kekuatan Eropa, Turki selalu
menderita kekalahan karena pada saat itu Turki masih menggunalan senjata
trdisional sedangkan di Eropa sudah menggunakan senjata modern.
c) Konspirasi
Yahudi menjatuhkan khilafah
Jadi
menurut Syaikhul Islam, Musthafa Sabri Mustapa Kamal memiliki hubungan yang
kuat dengan kelompok Yahudi, bahlan ia salah seorang dari mereka sebagaiman di
kuatkan oleh anggota lembaga itthadiyyah dan kamaliyah. Mereka
semua mengikuti upacara ritual freemosanry.
Kemudian ada juga sebab-sebab langsung yang mendorong
kemunduran Kerajaan Turki Utsmani Bisa di kategorikan dalam dua unsur.
a. Nonmiliter
Faktor-faktor non militer yang menyebakan kemunduran
adalah pertama dominasi sultanah atau harematas sultan. Kedua, merajalelanya
korupsi yang menjalar kesemua unsur pemerintahaan dan militer. Ketiga, adanya
kompleksitas bangsa dan agama. Keempat kesulitan ekonomi dan keuanga. Kelima,
karena masih bercokolnya sistem pemerintahan yang absolut.[12]
b. Militer
Sebab langsung yang berasal dari hal-hal yang bersifat
militer yang membuat kerajaan Turki Utsmani mundur adalah munculnya
pemberontakan militer, baik dipusat dan didaerah. Adapula yang berawal dari
ketidak mapuan dalam menghadapi tekanan militer barat. Pemberontakan lain yang
juga mempengaruhi kekuatan Kerajaan Turki Utsmani adalah kemunculan
pemberontakan yang berasal dari tentaranya sendiri yaitu yeniseri.[13]
C. Kehancuran
Turki Utsmani
Kehancuran dari kerajaan Turki Utsmani merupakan titik
akhir dari kemerosotan dan kemunduran yang tidak dapat ditahan oleh usaha
modernisasi dan perbaikan. Peristiwa lain yang mempercepat kehancuran adalah
keterlibatan Turki Utsmani dalam perang dunia I dan kerajaan ini berada dipihak
yang kalah. Pada tahun 1918 M Istambul diduduki oleh Inggris dan
Perancis. Kemal Pasya yang di tugaskan Istambul untuk melucuti tentara Turki
yang melawan sekutu di Anatolia, mala membangkang. Ia yang bersama kaum
nasionalis Turki berusaha menyusun kekuatan untuk melewan sekutu. Dalam
perjalananya di Turki terjadi indikasi kemunculan dua bentuk pemerintahan yait
pemerintahan yang berbentk Republik dan Kesultanan atau Kerajaan. Musthapa
Kemal mengajukan rancangan undang-undang penghapusan kesultanan kepada majelis nasional.
Pada tanggal 1 november 1922 undang-undang penghapusan Kesultanan itu diterima.
Pada bulan oktober 1923 gelar Sultan resmi di hapus sedangkan gelar Khalifah
tetap di akui tetapi tanpa kekuasaan sama sekali. Akhirnya Turki menjadi negara
yang berbentuk Republik dengan Mustapa Kemal sebagai presidennya. Konsep
Khalifah dalam sejarah islam mengadung pengertian kepala negara karena itu
Mustapa Kemal mengusulkan jabatan Khalifah di hapus.
E. Tokoh Penting Dinasti Turki Utsmani
Masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M)
merupakan puncak kejayaan daripada kerajaan Turki Utsmani. Beliau terkenal
dengan sebutan Sulaiman Agung atau Sulaiman Al-Qonuni. Akan tetapi setelah
beliau wafat sedikit demi sedikit Turki Utsmani mengalami kemunduran. Setelah
Sulaiman meninggal Dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara
putera-puteranya, yang nenyebabkan kerajaan Turki Utsmani mundur akan tetapi
meskipun terus mengalami kemunduran kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih
dipandang sebagai militer yang tangguh. Kerajaan ini memang masih bertahan lima
abad lagi setelah sepeninggalnya Sultan Sulaiman 1566 M[29].
Tokoh-Tokoh Pembaharuan Masa Kerajaan Turki Utsmani
1. Sultan Mahmud
II
Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai
didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan,
sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun
1807 dan meninggal di tahun 1839. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia
disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah
yang mempunyai kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di
tahun 1812. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Utsmani
bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai
usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.[38]
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan
yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat
kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan
tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan
diri dan meyerakan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan. Timbullah
anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak
berani duduk ketika menghadap Sultan. Tradisi aristokrasi ini
dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di
muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi.
Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika
datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian
kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan
pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang, rakyat biasa
dianjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan
pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status dan sosial
yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional. Kekuasaan-kekuasaan luar biasa
yang menurut tradisi dimiliki oleh penguasa-penguasa Utsmani ia batasi. Kekuasaan
Pasya atau Gubernur untuk menjatuhkan hukum mati dengan isyarat tangan ia
hapuskan. Hukuman bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa di keluarkan oleh
hakim. Penyitaan negara terhadap harta orang yang dibuang atau dihukum mati
juga ia tiadakan.
Perubahan penting yang diadakan oleh
Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan
pembaharuan di Kerajaan Utsmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan.
Seperti halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Utsmani. Di Madrasah hanya
diajarkan agama sedangkan pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II
sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman abad ke-19. Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan
anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar
keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia
mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan
umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang
sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi disampingnya Sultan
mendirikan dua sekolah pengetahuan umum. Mekteb-i Ma’arif atau maktab
al-ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye atau maktab al-ulum al-adabiyah (Sekolah
Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang
bermutu tinggi.
Selain itu, Sultan Mahmud II juga
mendirikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah
Pembedahan. Lulusan Madrasah banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah
yang baru didirikannya. Selain dari mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga
mengirim siswa-siswa ke Eropa yang setelah kembali ke tanah air juga mempunyai
pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di Kerajaan Utsmani.
Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang menjadi
dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Utsmani abad
ke-19 dan Turki abad ke-20.[40]
2. Tanzimat
Istilah tanzimat berasal dari bahasa Arab
dari kata Tanzim yang berarti
pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam pembaharuan yang diadakan pada
masa Tanzimat merupakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha yang dijalankan oleh
Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan peraturan dan
perundang-undangan. Secara terminology. Tanzimat
adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki
struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun
1839-1871 M. Tokoh-tokoh penting Tanzimat antara lain : Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed
Sadek Rif’at Pasya dan Ali Pasya seperti yang dijelaskan berikut ini :[41]
a.
Mustafa
Rasyid Pasya (1830-1858).
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman
Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800,
berpendidikan Madrasah kemudian menjadi pegawai pemerintah. Mustafa Rasyid
Pasya pada tahun 1034 diangkat menjadi Duta Besar untuk daerah Perancis, selain
itu ia juga pernah diangkat menjadi Duta Besar Kerajaan Utsmani di beberapa
negara lain. Setelah itu ia dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri
dan pada akhirnya ia diangkat menjadi Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya
yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan
bersenjata pada tahun 1839.
b.
Mustafa
Sami Pasya (wafat 1855)
Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak
pengalaman di luar negeri antara lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel, London,
Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta. Menurut pendapat Mustafa
Sami Pasya, kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam
lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi
beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, di
samping itu pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya
orang Eropa pandai membaca dan menulis.
c.
Mehmed
Sadik Rif’at Pasya.
Seorang pemuka tanzimat lain yang
pemikirannya lebih banyak diketahui orang adalah Mehmed Sadik Rif’at Pasya yang
lahir pada tahun 1807 dan wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di
madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan
untuk calon-calon pegawai istana. Tahun 1834 ia diangkat menjadi Pembantu Menteri
Luar negeri, tiga tahun kemudian ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dan
selanjutnya Menteri Keuangan.
Pokok-pokok pemikiran dan pembaharuannya
ialah Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan
peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum (negara hukum), kodifikasi
hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat, reorganisasi,
angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta dibangunnya Bank Islam
Utsmani pada tahun 1840. Ide-ide yang dicetuskan Sadik Rif’at pada zaman itu
merupakan hal baru karena orang tidak mengenal peraturan, hukum, hak dan
kebebasan. Ketika itu petani lebih banyak menjadi budak bagi tuan tanah dan
rakyat budak bagi Sultan. Pemikiran Sadik Rif’at sejalan dengan pemikiran
Mustafa Rasyid Pasya yang pada masa itu mempunyai kedudukan sebagai Menteri
Luar Negeri.
d.
Ali
Pasya (1815-1871).
Beliau lahir pada tahun 1815 di Istanbul
dan wafat tahun 1871, anak dari seorang pelayan toko. Dalam usia 14 tahun ia
sudah diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadi Duta Besar London
dan sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan Kerajaan
Utsmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 ia menggantikan kedudukan
Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya antara lain :
tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa itu, jaminan melaksanakan
ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama, suku dan bahasa,
jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-lainnya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh
tokoh-tokoh pembaharuan di zaman Tanzimat tidaklah seluruhnya mendapat dukungan
bahkan mendapat kritikan baik dari dalam atau di luar Kerajaan Utsmani karena
gerakan-gerakan tanzimat untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran
liberalisme Barat dan meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu
sebab yang utama sehingga gerakan tannzimat mengalami kegagalan dalam usaha
pembaharuannya.[42]
3. Usman
Muda
Sebagaimana dikatakan bahwa pembaharuan
yang diusahakan dalam Tanzimat belumlah mendapat hasil sebagaimana yang
diharapkan, bahkan mendapat kritikan-kritikan dari luar kaum cendekiawan.
Kegagalan oleh Tanzimat dalam mengganti konstitusi yang absolut merupakan
cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah kekuasaan yang absolut
maka timbullah usaha atau gerakan dari kaum cendikiawan melanjutkan usaha-usaha
Tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young Ottoman-Yeni Utsmanilar (Gerakan
Utsmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865.[43]
Utsmani Muda pada asalnya merupakan
perkumpulan manusia yang didirikan di tahun 1865 dengan tujuan untuk mengubah
pemerintahan absolut kerajaan Utsmani menjadi pemerintahan konstitusional.
Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke Eropa di tahun 1867 dan di
sanalah gerakan mereka memperoleh nama Utsmani Muda. Para tokoh Utsmani Muda
banyak yang melakukan gerakan rahasia dalam menentang kekuasaan absolut Sultan.
Namun sikap politik mereka itu akhirnya diketahui oleh Sultan. Akhirnya mereka
banyak yang pergi ke Eropa dan di sana mereka menyusun kekuatan. Maka setelah
situasi Turki aman kembali, mereka pun banyak yang pulang ke tanah air dan
meneruskan cita-cita mereka, terutama tentang ide-ide pembaharuan.[44]
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa
angin baru tentang demokrasi dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung
tinggi kekuasaan rakyat bukan kekuasaan absolut. Diantara tokoh itu ialah : Zia Pasya, Nanik Kemal, dan Midhat Pasya.
a.
Zia
Pasya.
Zia Pasya lahir pada tahun 1825 di Istambul
dan meninggal dunia pada tahun 1880. Ia anak seorang pegawai Kantor Beacukai di
Istanbul. Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang didirikan
Sultan Mahmud II dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai pemerintah,
kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 ia diterima menjadi
salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui tentang sistem
dan cara Sultan memerintah dengan otoriter. Untuk keperluan tugas barunya, ia
mempelajari bahasa Perancis dan dalam waktu yang singkat ia menguasai dan dapat
menerjemahkan buku-buku Perancis ke dalam bahasa Turki. Karena terjadi
kesalah-pahaman dengan Ali Pasya maka ia pergi ke Eropa pada tahun 1867 dan
tinggal disana selama lima tahun.[45]
Ketika berada di Eropa itulah banyak
pengalaman yang didapatkannya. Beberapa pemikirannya akhirnya menjurus kepada
usaha pembaharuan. Usaha-usaha pembaharuannya antara lain, kerajaan Utsmani
menurut pendapatnya harus dengan sistem pemerintahan konstitusional, tidak
dengan kekuasaan absolut. Menurutnya negara Eropa maju disebabkan tidak
terdapat lagi pemerintahan yang absolut, semuanya dengan sistem pemerintahan
konstitusional. Dalam sistem pemerintahan konstitusional harus ada Dewan
Perwakilan Rakyat. Kemudian Zia mengemukakan hadits ”Perbedaan pendapat di
kalangan umatku merupakan rahmat dari Tuhan”, sebagai alasan untuk perlu
adanya Dewan Perwakilan Rakyat, di mana perbedaan pendapat itu ditampung dan
kritik terhadap pemerintah dikemukakan untuk kepentingan umat seluruhnya.
Sebagai orang yang taat menjalankan agama Islam, Zia sebenarnya tidak
sepenuhnya setuju terhadap pembaharuan yang hanya mencomot ide-ide Barat tanpa
sikap kritis. Itulah sebabnya dia lebih melihat kesesuaian antara kepentingan
rakyat dengan ide pembaharuan yang datangnya dari Barat. Dalam hal demikian, ia
juga tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwav agama Islam dapat
dianggap sebagai penghalang kemajuan.
b.
Midhat
Pasya.
Nama lengkapnya Hafidh Ahmad Syafik Midhat Pasya, lahir pada tahun 1822 di
Istanbul. Pendidikan agamanya diperoleh dari ayahnya sendiri. Dalam usia
sepuluh tahun ia telah hafal Al-Quran, oleh karena itu ia digelari Al-Hafidh.
Pendidikannya yang tertinggi adalah pada Universitas Al-Fatih. Dia termasuk
tokoh Utsmani Muda yang mempunyai peranan cukup penting dalam ide pembaharuan.
Ia anak seorang hakim agama yang dalam usia belasan tahun sudah menjadi pegawai
di Biro Perdana Menteri.
Tahun 1858 ia diberikan kesempatan untuk
berkunjung ke Eropa selama enam bulan. Setelah itu beberapa saat kemudia, ia
diangkat menjadi gubernur di berbagai daerah. Dengan kemampuan dan kecakapan
yang luar biasa akhirnya Sultan mengangkatnya menjadi Perdana Menteri tahun
1872. Ketika Sultan Abdul Hamid berkuasa menggantikan Sultan Murad V, ia
diangkat kembali menjadi Perdana Menteri. Saat itu ada perjanjian langsung
bahwa Sultan akan memberikan sokongan atas gerakan-gerakannya. Sultan juga
nampaknya memberi angin segar atas pembaharuan kelompok Utsmani Muda.
Beberapa langkah pembaharuan itu, seperti
memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan memberikan kekuasaan lebih besar
kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha menggolkan sistem
konstitusi yang sudah ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang
islami, seperti musyawarah untuk perwakilan rakyat, bai’ah untuk kedaulatan
rakyat dan syariah untuk konstitusi. Dengan usaha ini sistem pemerintahan Barat
lambat laun dapat diterima kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang sebenarnya
banyak menentang ide pembaharuan pada masa sebelumnya.[46]
Tanggal 23 Desember 1876 konstitusi yang
bersifat semi-otokrasi ditanda tangani oleh Sultan Abdul Hamid. Isi dari
konstitusi ini sebagian besar masih belum mencerminkan langkah nyata dari
pembaharuan sistem pemerintahan, karena kekuasaan Sultan masih demikian besar.
Salah satu contoh adalah pasal 113 dari Undang-Undang yang dibuat, berbunyi
bahwa dalam keadaan darurat Sultan boleh memberikan pengumuman tertentu dan
boleh menangkap atau mengasih orang-orang yang dianggap membahayakan
kepentingan negara. Jadi, dari bunyi pasal tersebut Sultan masih diberi
wewenang besar untuk menjalankan keputusan yang bersifat mutlak. Justru pasal
ini nanti digunakannya untuk menangkap orang-orang yang tidak disenangi Sultan,
termasuk diantaranya tokoh Utsmani Muda Midhat Pasya ini.
c.
Namik
Kemal.
Beliau termasuk pemikir terkemuka dari
Utsmani Muda, lahir pada tahun 1840 di Tekirdag. Dia berasal dari keluarga
ningrat. Orangtuanya menyediakan pendidikan di rumah di samping pelajaran
bahasa Arab, Persia, juga diberikan bahasa Perancis. Oleh karena itu, dalam
usia yang sangat muda ia sudah menguasai berbagai bahasa. Dalam usia belasan
tahun dia diangkat menjadi pegawai kantor penerjemah dan kemudian dipindahkan
menjadi pegawai di istana Sultan. Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Ibrahim Sinasih (1826-1871) yang berpendidikan Barat dan banyak mempunyai
pandangan modernisme. Nanik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, sehingga
walaupun ia dipengaruhi pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi moral
Islam dalam ide-ide pembaharuannya.
Menurutnya Turki saat ini mundur karena
lemahnya politik dan ekonomi. Untuk bisa memajukan ekonomi dan politik Turki
harus ada perubahan dalam sistem pemerintahan. Untuk mewujudkan sistem
pemerintahan yang ideal, penguasa harus menjunjung tinggi kepentingan rakyat.
Karena kepentingan rakyat menjadi asas negara, maka negara mesti demokratis,
yaitu pemerintahan yang didasarkan atas dukungan dan kepentingan. Yang
dikehendaki oleh Nanik Kemal adalah pemerintahan demokrasi dan pemerintahan
serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Negara Islam
yang dibentuk dan dipimpin oleh empat khalifah besar, sebenarnya mempunyai
corak demokrasi. Sistem bai’ah yang terdapat dalam pemerintahan Khalifah pada
hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Melalui bai’ah rakyat menyatakan
persetujuan mereka atas pengangkatan khalifah yang baru. Dengan demikian bai’ah
merupakan kontrak sosial dan kontrak yang terjadi antara rakyat dan khalifah
itu dapat dibatalkan jika khalifah mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai
Kepala Negara.
Di dalam Islam ada ajaran yang disebut al-maslahah
al-’ammah dan ini sebenarnya adalah maslahat umum. Khalifah tidak boleh
mengambil sikap atau tindakan yang bertentangan dengan maslahat umum. Karena
itu merupakan suatu bentuk dari pendapat umum. Khalifah harus selalu
memperhatikan dan menghormati pendapat umum. Lebih lanjut lagi, musyawarah
adalah dasar penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistem musyawarah ini
memperkuat corak demokrasi pemerintah Islam. Pembuat hukum dalam Islam ialah
kaum ulama, yang melaksanakan hukum adalah pemerintah.
Dengan membawa argumen-argumen seperti di
atas, Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional tidaklah
merupakan bid’ah dalam Islam. Di antara ide-ide lain yang dibawa Namik terdapat
cinta tanah air Turki, tetapi seluruh daerah kerajaan Utsmani. Konsep tanah
airnya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat
perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajaan
Utsmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan terkuat di waktu itu.
4. Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan
dihancurkannya gerakan Utsmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan
kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam
suasana yang demikian timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang
obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan
Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk
perkumpulan rahasia, di kalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke
luar negeri dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan
militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok
inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki Muda.
Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah
Ahmad Riza (1859-1930), Mehmed Murad
(1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).[48]
a. Ahmad Riza.
Ahmad Riza adalah anak seorang bekas
anggota parlemen bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di
pertanian untuk kelak dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang
malang dan studinya ini diteruskan di Perancis sekembalinya ia dari perancis ia
bekerja di Kementerian Pertanian, tapi ternyata hubungan pemerintah dengan
petani yang miskin sedikit sekali, karena kementerian itu lebih disibukkan
dengan birokrasi. Kemudia ia pindah ke Kementerian Pendidikan namun disini juga
disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan dengan pendidikan.
Pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Riza
antara lain adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan
konstitusional. Karena menurutnya akan menyelamatkan Kerajaan Utsmani dari
keruntuhan adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan
dengan teologi atau metafisika. Adanya dan terlaksananya program pendidikan
yang baik akan berhajat pada pemerintahan yang konstitusional.
b. Mehmed Murad (1853-1912).
Mehmed Murad berasal dari Kaukasus dan
lari ke Istanbul pada tahun 1873 yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh
Syamil di daerah itu. Ia belajar di Rusia dan di sanalah ia berjumpa dengan
ide-ide Barat, namun pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya.
Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang
menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Utsmani dan bukan pula rakyatnya, namun
sebab kemunduran itu terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh
karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Dalam hal ini dia
berpendapat bahwa musyawarah dalam Islam sama dengan konstitusional di dunia
Barat. Ia mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas yang tugasnya mengawasi
jalannya undang-undang agar tidak dilanggar oleh pemerintah. Di samping itu
diadakan pula Dewan syariat agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil
negara Islam di Afrika dan Asia dan ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Utsmani.
c. Pangeran Sahabuddin (1887-1948).
Pangeran Sahabuddin adalah keponakan
Sultan Hamid dari pihak ibunya, sedang dari pihak bapaknya adalah cucu dari
Sultan Mahmud II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya
lari ke Eropa menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid. Maka dengan demikian
kehidupan Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Menurutnya
yang pokok adalah perubahan sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki
sebagaimana masyarakat Timur lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat
kolektif tidak mudah berubah dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif
orang tidak percaya diri sendiri, oleh karena itu ia tergantung pada kelompok atau
suku sedangkan masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah masyarakat yang
tidak banyak bergantung kepada orang lain tetapi sanggup berdiri sendiri dan
berusaha sendiri untuk mengubah keadaannya.
BAB III
PENUTUP
Demikian makalah yang telah kami susun mengenai
pembahasan kerajaan Turki Utsmani. Semoga apa yang telah kami paparkan dalam
makalah ini dapat memberi pemahaman dan kemanfaatan bagi para pembaca.
Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Nur Farida, S.
Pd. I yang telah membimbing kami dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
(SKI) di kelas XI ini. Semoga amal ilmunya menjadi ilmu yang barokah dan
bermanfaat bagi sesama. Aamiin.
terima kasih bagi yang sudah mengkopi materi saya. jangan lupa sisipkan sumbernya yaa. supaya ilmunya diketahui jelas persambungan ilmunya darimana. semoga barokah.
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. aamiin.